KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
kelimpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini untuk memenuhi salah satu mata kuliah yatu Ulumul Hadist.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
akhir zaman, manusia terbaik yang di turunkan Allah ke muka bumi, satu-satunya
nabi dan rosul yang berhak member safa’at, sang permata di antara batu karang,
yakni nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Semoga kita
termasuk umat beliau dan berhak memperoleh safaatnya nanti di hari akhir amin..
Ulumul hadist adalah salah satu bidang study atau mata kuliah yang
sangat penting bagi para pelajar dan mahasiswa yang ingin mempelajari hadist
dan keislaman secara mendalam. Ulumul hadist merupakan ilmu yang mengantar umat
islam untuk memahami kajian hadist dengan mudah dan benar. Dengan demikian
memahami Ulumul Hadist sangat penting, karena hadits merupakan sumber ke dua
setelah Al-qur’an.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kritik dan saran yang
bersifat membangun selalu kami nantikan, untuk perbaikan pembuat makalah
selanjutnya.
Wassalamualaikum
wr.wb
Tulungagung,
20 Maret 2013
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seiring
dengan datangnya era zaman yang disebut
Dimana menyebarkan ilmu yang mehidupkan islam tidak kalah nilainya
dengan jihad fi sabilillah, di saat ilmu pendekatan pada
agama ini tidak mendapat respon karena situasi dan kondisi, seperti ilmu
mustalah hadits. Padahal ilmu ini tumbuh di zamanya atau atas dasar Mahabbatun
Nabi yang kuat dan menunjukan nilai keimanan yang tinggi, tumbuh dari tanda kecintaan
pada nabi yang beragam dan berbeda-beda sampai menjadi sebuah disiplin ilmu
tersendiri dari sekian disiplin ilmu islam yang lain. Tetapi ilmu Mustalah
Hadits akhirnya hanya menjadi sebuah kenangan bukan renungan, karena tidak bias
lagi di operasionalkan seperti di zamanya yang menyimpulkan di jaganya
hadits-hadits rosululloh SAW pleh Allah seperti dijaganya Al-qur’an sebagai
sumber kebenaran yang mutlak. Oleh karena itu untuk menjaga hadits-hadits di
perlukannya sebuah ilmu untuk memahami hadits secara mendalam yaitu dengan
adanya Ulumul Hadits.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun
hal yang dibahas dalam makalah ini adalah:
a.
Pengertian
terminology hadits
b.
Pengertian
terminology sunnah
c.
Pengertian
terminology khabar
d.
Pengertian
terminology atsar
e.
Pengertian
terminology hadits qudsyi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Hadits
Dari segi bahasa, hadis (arab : hadits) bila di gunakan sebagai
kata sifat memiliki arti “ yang baru”, ia merupakan kebalikan dari kata Qadim
yang berarti dahulu. Namun kaang kata hadis di pakai pula untuk makna ikhbar
(pemberitaan).
Sejumlah ulama mensinyalir bahwa arti “baru” bagi makna hadits di
atas, di kehendaki sebagai bandingan dari kitab allah SWT yang Qadim. Dalam
Syarah Shohib Bukhori Ibnu Haar mengatakan : “ yang di maksud dengan hadits
menurut pengertian syara’ ialah apa yang disandarkan kepada nabi Saw. Dan hal
itu seakan-akan di maksudkan sebagai bandingan dari Al-Qur’an, sebab ia
bersifat Qadim.
Kata hadits – dalam tinjauan Abul Baqo’ – adalah isim dari kata
tahdits yang berarti ikhbar (pemberitaan), kemudian didefinisikan
sebagai sabda, perbuatan atau penetapanyang di nisbatkankepada Nabi SAW. Bentuk
jamak dari kata hadits adalah ahadits dengan tidak mengikuti prosedur qiyasi. Hal
senada di ungkapkan oleh Al-Farro’, yang menilai bahwa : “mufrod (bentuk
tunggal) dari kata ahadits adalah utdutsah (bahan
pembicaraan) kemudian orang-orang
menjadikannya sebagai jamak dari kata hadits. Mereka tidak mengatakan uhdutsatun
Nabi SAW (tetapi ahadisun Nabi SAW)
Devinisi hadis versi jumhur muhaddisin (para ahli hadits) ialah
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan,
ketetapan, atau yang lain, misalnya berkenaan demngan sifat fisik budi pekerti
dan sebagainya
Hadits dalam terminology mahaddisin berbeda debgab pengertian
hadits menurut ahli hokum (fuqoha’ atau ushuliyyin). Ini karena tinjauan serta
objek kajian mereka berbeda dangandisiplin ilmu masing-masing. Ulama ushul fiqh
misalnya tidak memasukan sifat-sifat nabi SAW atau hal-hal yang tidak berkaitan
dengan hokum kedalam definisi hadits.[1]
Hadits memiliki beberapa makna misalnya:
1.
Al-jiddah =
baru, dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada. Lawan dari kata al-qadim =
terdahulu
2.
Ath-thari =
lunak, lembut dan baru.
3.
Al-khabar =
berita pembicaraan dan perkataan, oleh karena itu ungkapan pemberitaan hadits
yang di ungkapkan oleh para perowi yang menyampaikan periwayatanya jika
bersambung sanadnya selalu menggunakan ungkapan = memberitakan kepada kami atau
sesamanya seperti mengkhabarkan kepada kami yang menceritakan kepada kami.
Hadits disini diartikan sama dengan al-khabar dan an-naba’.
Secara etimologis hadits adalah berita yang datang dari nabi ,
sedang makna pertama dalam konteks teologis bukan kontek hadits. Dari segi
terminology, banyak para ahli hadits memberikan definisi yang berbeda redaksi
tetapi maknanya sama, di antaranya Mahmud Ath-Thahan ( guru besar hadits di fakultas Syari’ah dan
dirasah islamiah di Universitas Kuwait) mendefinisikan sesuatu yang dating dari
nabi saw baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan.[2]
Adapun menurut hadits yang komprehensif menurut istilah yaitu:
Segala
sesuatu yang dinisbuhkan kepada Nabi SAW baik ucapan perbuatan ketetapan sifat
diri atau sifat pribadi atau yang di nisbahkan kepada sahabat atau tabi’in (
Nuruddin Itr ; Uluml Haditss I, 1994;90)[3]
2.2
Pengertian Sunnah
Arti
bahasa : Jalan yang di tempuh
Arti
istilah : Ada tiga versi yakni :
·
Sama dengan
pengertian hadits di atas (murodif). Demikian versi mayoritas ahli hadits
·
Berbeda dengan pengertian
hadits di atas, yakni istilah sunnah penggunaanya khusus untuk aktifitas Nabi
SAW yang di laksanakan terus menerus dan di lestarikan oleh para sahabat /
generasi berikutnya (ma’tsur)[4]
Sunnah menurut etimologi berarti cara yang bias di tempuh (inisiatif)
baik ataupun buruk, sebagaimana sabda Nabi SAW :
مَنْ سَنَّ فِي اْ لا سْلاَ مِ سُنَةً حَسَنَةً فَلَهُ آ خْرُ مَنْ
عَمِلَ بَعْدَ هُ مِنْ غَيْرِ آَ نْ يَنْقُصَ مِنْ آُ خورهم شيء, ومن سنَ سنَة سيئة كان عليه وزره ووزر من عمل بها من بعده من
غيران ينقص من اوزارهم شيئ ( رواه مسلم )
“Barangsiapa membuat inisiatif yang baik, ia
akan mendapatkan pahala orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa
sedikitpun berkurang ; dan barang siapa membuat inisiatif yang jelek ia akan
mendapatkan dosa dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa
sedikit pun berkurang” (HR. Muslim)
Ulama’ hadits mendefinisikan sunnah sebagai segala sesuatu yang di
hubungkan kepada nabi SAW. Tetapi, menurut sebagian ahli hadits sunnah itu
termasuk segala sesuatu yang di hubungkan kepada sahabat atau tabi’in, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir ataupun sifat-sifatnya.
Menurut ulama’ ushul fiqih, sunnah adalah segala sesuatu yang
bersumber dari nabi SAW, selain Al-qur’an, baik perkataan, perbuatan, atau
taqrir, yang dapat menjadi dalil-dalil hukum syara’.
Ulama’ fiqih sunnah mendefinisikan, sunnah adalah apa saja yang
benar dari nabi SAW dalam urusan agama, yang berkaitan dengan hal wajib atau
fardhu yang di dalamnya terkandung unsur memfardhukan atau mewajibkan.
Sedang ulama’ yang bergelut di bidang dakwah mendefinisikan sunnah
ialah apa saja yang bukan bid’ah[5]
Di katakan dalam buku lain Sunnah menurut bahasa banyak artinya di
antaranya suatu perjalanan yang
di ikuti, baik di nilai perjalanan baik atau perjalanan buruk. Missal sabda
nabi: barang siapa yang membuat suatu jalan (sunnah) kebaikan, kemudian di
ikuti orang maka baginya pahalanya dan sama dengan pahala orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang
membuat suatu jalan (sunnah) yang buruk, kemudian di ikutinya maka atasnya dosa
dan dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR.
At-tirmidzi)
Sunnah menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para
ulama’, di antaranya sebagai berikut:
a.
Menurut ulama
ahli hadits, sunnah sinonim hadits sama dengan definisi hadits di atas. Di
antara ulama’ ada yang mendefinisikan dengan ungkapan yang singkat: segala
perkataan nabi SAW, perbuatannya dan segala tingkah lakunya
b.
Menurut ulama’
Ushul Fiqih ( ushuliyun) segala sesuatu yang di riwayat kan dari Nabi SAW baik
yang bukan Alquran baik berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang
patut di jadikan dalil hokum syara. Sunnah menurut Ulama’ ushul fiqih hanya
perbuatan yang dapat di jadikan dasar hokum islam. Jika suatu perbuatan Nabi
tida di jadikan dasar hokum seperti makan, minum, tidur, berjalan, meludah,
menelan ludah, buang air, dan lain-lain maka pekerjaan biasa sehari-hari
tersebut tidak dinamakan sunnah.
c.
Menurut ulama’
Fiqih (fuqaha) suatu ketetapan yang datang
dari Rasululloh dan tidak termasuk kategori fardhu dan wajib, maka ia menurut
mereka adalah sifat syara’ yang menuntut pekerjaan tapi tidak wajib dan tidak
di siksa bagi yang meninggalkannya. Menurut ulama’ fiqih, sunnah dilihat dari
segi hokum sesuatu yang dating dari nabi tetapi hukumnya tidak wajib, di beri
pahala bagi yang mengerjakannya dan tidak di siksa bagi yang ditinggalkannya.
Contohnya seperti shalat sunnah, puasa sunnah dan lain-lain.
d.
Menurut ulama’
maw’izhah (‘Ulama Al-waz’hi wa al- irsyad) sesuatu yang menjadi lawan dari
bid’ah. Sebagaimana dalamhadits nabi yang artinya aku wasiatkan kepadamu dengan
takwa kepada Allah, mendengar, dan taat sekalipun di pimpin seorang hamba yang
hitam (etiopia). Maka sesungguhnya barang siapa di antara kalian akan melihat
berbagai perpecahan. Takutlah dari hal-hal yang baru, sesungguhnya ia sesat.
Barang siapa di antara kalian mendapati, maka hendaklah berpegang pada sunnahku
dan sunnah khulafaur rasyidin yang medapat petunjuk, gigitlah dia degan gigi
gerahammu. (HR- At-tirmidzi)[6]
2.3
Pengertian Khabar
Khabar menurut etimologi berarti “berita”, kebalikan dari kata
“insya’” yang berarti mengarang.arti : Menurut terminology, mengenai arti
khabar terdapat tiga pendapat, yaitu:
a.
Pengertian
khabar identik dengan pengertian hadits
b.
Khabar adalah
apa-apa atau sesuatu yang dating selain dari nabi, sedang hadits ialah
sebaliknya. Sehimgga terkenal dengan sebutan “Muhaddits” bagi orang-orang yang
menggeluti bidang ilmu hadits, dan disebut “ikhbari” bagi orang-orang yang
menggeluti bidang ilmu sejarah dan sejenisnya
c.
Pengertian
hadits lebih khusus daripada khabar, sehingga setiap hadis pasti khabar, namun
tidak setiap khabar pasti hadis[7]
Dari segi istilah muhadditsin khabar identik dengan hadits, yaitu
segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi (baik secara marfu’, mawaquf, dan
maqthu’) baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat.
Menurut mayoritas ulama’ hadits lebih khusus yang datang dari nabi,
sedang khabar sesuatu yang datang dari padanya dan dari yang lain, termasuk
berita umat-umat terdahulu, para Nabi, dan lain-lain. Misalnya Nabi Isa
berkata:….., Nabi Ibrahim berkata:…., dan lain-lain, termasuk khabar bukan
hadits. Bahkan pergaulan di antara sesame kita sering terjadi menanyakan
khabar. Apa khabar? Dengan demikian khabar lebih umum dari pada hadits dan
dapat dikatakan bahwa setiap hadits adalah khabar dan tidak sebaliknya khabar
tidak mesti hadits.[8]
2.4
Pengertian Atsar
Dari segi bahasa berarti sisa dari
sesuatu. Secara istilah berarti sesuatu yang hanya tertentu pada apa yang
datang dari sahabat dan sebawahnya. Ada pula yang berpandapat, bahwa hadits
lebih bersifat umum yakni apa yang datang dari Nabi saw, sahabatmaupun tabi’in,
sedangkan atsar hanya tertentu pada apa
yang datang dari sahabat dan sebawahnya. Para fuqoha Khurasan di antaranya yang
condong pada pendapat ini.
Persesuaian maksud dalam pemakaian
istilah, rupanya dapat menjadi alas an yang memperkuat pendapat ulama’ yang
tidak membedakan antara pengertian hadits, sunnah, khabar dan atsar. Istilah
hadits nabawi misalnya, di pakai juga untuk sunnah nabawiah, atau istilah
hadits mutawattir sering juga di sebut dengan khabar mutawattir, dan hli hadits
maupun ahli khabar juga biasa di sebut dengan ahli atsar dan seterusnya.[9]
Dari segi bahasa Atsar diartikan
peninggalan atau bekas sesuatu, maksudnya peninggalan atau bekas nabi karena
hadist itu peninggalan beliau.
Menurut istilah ada dua pendapat pertama
atsar sinonim hadis. Kedua atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada para
sahabat (maukuf) dan tabi’in (maqthu)baik perkataan maupun
perbuatan.(ulumul hadis)[10]
Atsar menurut etimologi berarti” sisa
– sisa perkampungan ”. Sedangkan menurut terminology ada dua pendapat
yaitu:
a.
Pengertian
atsar identik dengan pengertian hadis sebagaiman yang dikatakan oleh Imam Al
Nawawi bahwasanya para ahli hadis menyebut hadis marfu’ dan hadis maukuf dengan
atsar.
b.
Atsar ialah
sesuatu yang datang dari sahabat (baik perkataan maupun perbuatan).
Dalam hal ini
atsar berarti hadits mauquf. Dan ini barang kali ditinjau dari segi bahasa yang
berarti bekas atau peninggalan sesuatu, karena perkataan dan perbuatan
merupakan sisa-sisa atau peninggalan-peninggalan dari Nabi saw. Dan oleh karena
yang berasal dari Nabi sawdi sebut khabar, maka pantaslah kalau yang berasal
dari sahabat di sebut atsar.[11]
2.5
Pengertian hadis Qudsi
Kata
“qudsi” menurut bahsa berarti “suci” dan “bersi”,
sedangkan kata “hadis qudsi” menurut arti bahasanya ialah hadis Allah,
sesuai dengan sifat Allah Yang maha Suci dan bersih. Dan oleh karena itu,
kadang disebut pula dengan sebutan “hadis rabbani” , karena dihubungkan
dengan kata “rabb” yang berarti tuhan.
Sedangkan
menurut terminologinya hadis qudsy ialah apa apa yang dihubungkan oleh
rosulullah kepada Allah selain al quran. Atau seperti perkataan sahabat yang
menyebutkan “bahwa Rasulullah saw bersabda dari apa yang beliau riwayatkan
dariTuhannya.”
Hadits
qudsyi di sebut hadits, karena memang dari perkataan Rasulullah saw dan
merupakan hikayat Rasullah saw dari Tuhannya. Di sebut qudsi karena memang
hadits itu di hubungkan kepada Allah
Yang Maha Qudus.[12]
Hadis
qudsi adalah suatu hadis yang ma`nanyadari allah yang disampaikan melalui suatu
wahyu sedangkan redaksinya dari nabi yang disandarkan kepada allah. Namun
jumlah hadis qudsy tidak terlalu besarhanya sekitar 400 buah hadis secara
terulang-ulang sanad atau sekitar 100 buah hadis lebih, ia tersebar dalam 7
kitab induk hadis.mayoritas kandungan ilmu hadis qudsy tentang akhlak,aqidah,dan
syari`ah.[13]
Pendapat
yang lain penisbatan hadis kepada al-quds yang berarti suci, karena jenis hadis ini memang
disandarkan langsung kepada Allh Swt Dzat yang Maha Suci. Begitu pula mengenai
penisbatannya kepada al-illah dan ar-Rabb, ialah tersebab hadis ini bersumber
dari Allah swt yang kemudian di riwayatkan oleh Nabi Muhammad saw.
Hadis
qudsi disebut sebagai “hadis” karena memang ia termasuk dari sabda Rosulullah.
Hanya saja, keberadaanya sebagai hadis yang disandarkan langsung kepada Allah
swt, menjadikan berbeda dengan hadis- hadis lain.[14]
Selain
itu pendapat yang lain “hadis Qudsi’adalah hadis yang dinukilkan kepada kita dari
nabi saw.serta beliau sandarkan hadis tersebut kepada tuhanya yang maha mulia
dan maha agung.(buku ajar ulumul hadis)
Itulah yang membedakan antara hadis
qudsi dengan hadis-hadis lain, di mana penyandaran hadis qudsi ialah kepada
Allah swt, sementara hadis-hadis lain penisbatan dan penceritaannya hanya di
sandarkan kepada Rasulullah saw.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil penyusunan makalah ini
dapat di simpulkan bahwa pengertian Hadits ialah sesuatu yang di sandarkan
kepada Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan ketetapan, atau yang lain
misalnya berkenaan dengan sifat fisik, budi pekerti dan sebagainya. Sunnah
adalah aktifitas Nabi Saw yang yang di laksanakan secara terus menerus dan di
lestarikan oleh para sahabat. Khobar adalah segala sesuatu yang di sandarkan
kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat. Atsar
adalah berarti sesuatu yang hanya tertentu pada apa yang datang dari sahabat
dan sebawahnya. Hadis Qudsi adalah apa apa yang dihubungkan oleh rosulullah
kepada Allah selain al quran. Atau seperti perkataan sahabat yang menyebutkan
“bahwa Rasulullah saw bersabda dari apa yang beliau riwayatkan dariTuhannya.”
3.2
Saran
Pada penyusunan makalah ini kamin
sangat menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat di
dalamnya baik berupa bahasa maupun cara penyusunannya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran guna menciptakan penyusunan makalah yang lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
A.B,
Misbah. Mutiara Ilmu Hadits. MitraPesantren : Kediri 2010
Alawi
Al Maliki, Muhammad. Ilmu Ushul Hadits. Pustaka Belajar: Yogyakarta: 2009
Majid
Khon, Abdul. Ulumul Hadits
Shoim,
Moh. Ulumul Hadits. Pusat penerbitan dan publikasi STAIN TULUNGAGUNG : Tulungagung.
2000